Content Laman

Dasar


Ruang spritualitas manusia dijungkirbalikan oleh imajinasi popularistik serta diganti dengan ruang komoditi dan konsumsi. Hal ini bahkan sampai menembus ruang keagamaan. Berbagai bentuk ritual keagamaan (puasa, shalat, haji, dan zakat) secara massal dilakukan mengikuti paradigma budaya popular. Dalam pelaksanaanya menggunakan logika komoditi. Ritual-ritual itu ditata sedemikian rupa sesuai dengan prinsip perbedaan sosial, sebagaimana biasa digunakan di dalam wacana gaya hidup. Berbagai metoda psikografi digunakan untuk menentukan tema, kelas, dan aspek ekonomi dari ritual tersebut. Hal ini mengakibatkan terjadinya perubahan pada realitas sosial masyarakat.

Realitas sosial berubah seiring adanya industrialisasi dan urbanisasi. Konsekuensi besarnya adalah berubahnya gaya hidup dan konsumsi masyarakat. Industrialisasi media massa merupakan faktor yang paling fundamental dalam memengaruhi budaya massa, karena adanya pesan serentak yang terinformasikan melalui media yang jauh lebih efektif. Ekspansi ini jauh lebih produktif, serta syarat dengan nilai kepentingan ekonomi. Sejalan dengan kepentingan ekonomi melalui media massa, pola konsumsi masyarakat juga ikut berubah, karena setiap hari massa disuguhkan dengan pesan tentang produk makanan, fashion, dan lain-lainnya.

Dunia esoterik menjadi dunia yang tereduksi. Manusia menjadi objek yang diperbudak, fashion menjadi tujuan ekstasi (kesenangan). Pola ruhiyah ditinggalkan oleh manusia. Sikap individualistik, apatisme, serta minim kepedulian pada dasarnya menjadi titik yang seharusnya diwaspadai dari cara hidup eksoterik. Sejatinya gaya hidup yang konsumtif menimbulkan penyakit yang terus terbarukan dan terproduksi. Jika tidak diperhatikan justru membahayakan bagi keberlangsungan perilaku manusia. Tentunya semua perilaku di atas sangat bertentangan dengan nilai-nilai ajaran Islam yang termaktub dalam Al Qur’an dan As Sunnah.

Menjadi sebuah ketakutan jika nilai-nilai ajaran Islam hilang dalam realitas sosial kaum muslimin.Apakah ini memang lupa atau disengaja? Realitas seperti ini tidak pernah terpikirkan bahkan menjadi sebuah ancaman bagi kita.Idealnya generasi Islam seharusnya menjadi lidah Dakwah Amar Ma’ruf Nahi Munkar, dan lebih jauh lagi “al-amru bi al-‘adl wa al-nayu ‘an al-munkar”. Sungguh bahaya seandainya Al-Qur’an dan Sunnah sebagai landasan hidup tidak lagi berada pada dimensi ajar dan pengamalan, namun sudah dikesampingkan dalam lemari dan dibiarkan berdebu. Generasi Islam tidak lagi diajarkan dengan Al Qur’an, dan mereka dibiarkan asyik dalam tuntunan realitas konsumtif yang dapat merusak dimensi spritualitas ke-Islaman, serta mengotori jiwa-jiwa mereka. Sementara neo-imperalisme semakin tajam menghujam di jantung bumi pertiwi, nasionalisme sejati tergadaikan dengan nasionalisme semu yang tak menjanjikan masa depan, belum lagi kemunkaran pada struktur kenegaraan sedemikian kasat di depan mata.

Ramadhan menjadi momentum terbaik untuk merefleksikan jiwa-jiwa yang selama ini terjungkirbalikan oleh persoalan duniawiyah. Tazkiyatun nafs (pensucian diri) adalah sebuah keniscayaan untuk menyelamatkan diri dari keangkuhan. Salah satu misi mengapa Allah mengutus para Rasul adalah untuk pensucian diri (QS. Al-Jumu-ah :2). Mengapa diri manusia harus disucikan? Alasannya sesuai dengan watak jiwa manusia yang diciptakan dengan sebaik-baik ciptaan. I’tikaf pada bulan Ramadhan menjadi solusi reflektif bagi manusia dari segala persoalan dunia. Dengan I’tikaf segala urusan materialistik dikesampingkan, diisi dengan kesibukan beribadah, sertadzikir kepada Allah dengan sepenuh hati. Sebagai sesama muslim sudah menjadi kewajiban bagi seorang muslim untuk memudahkan saudaranya yang muslim menuju kesadaran spritualis dan altruistik.

Laboratorium Dakwah Yayasan Shalahuddin Yogyakarta mencoba memfasilitasi kader dan aktivis Muslim setiap bulan Ramadhan dengan kegiatan Pengajian I’tikaf Ramadhan. Pengajian I’tikaf Ramadhan XXXIV diikhtiarkan sebagai ajang silaturahim, refleksi jiwa, dan penguatan basis aqidah, akhlaq, syari’ah serta pengetahuan tentang peradaban. Namun yang paling penting adalah lahirnya habitus yang Yakhuruju Min Azhulummati Ila annur  (tercerahkan), dan mampu memberi pencerahan (dakwah).

Landasan Syari'ah

Firman Allah s.w.t dalam Al-Baqarah (2:125)

وَإِذْ جَعَلْنَا الْبَيْتَ مَثَابَةً لِلنَّاسِ وَأَمْنًا وَاتَّخِذُوا مِنْ مَقَامِ إِبْرَاهِيمَ مُصَلًّى وَعَهِدْنَا إِلَى إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ أَنْ طَهِّرَا بَيْتِيَ لِلطَّائِفِينَ وَالْعَاكِفِينَ وَالرُّكَّعِ السُّجُود
Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail: “Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang thawaf, i’tikaf, ruku’, dan yang sujud.

Firman Allah s.w.t. tentang adab i’tikaf dalam Al-Baqarah (2:187)

أثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ وَلَا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلَا تَقْرَبُوهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ آَيَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ
“Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai datang malam, tetapi janganlah kalian campuri mereka itu sedang kalian beri’tikaf di masjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kalian mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa.”

Hadits dari Aisyah r.a. :

عَنْ عَائِشَةَ - رضى الله عنها - زَوْجِ النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - أَنَّ النَّبِىَّ - صلى الله عليه وسلم - كَانَ يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ الأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللَّهُ ، ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ
Nabi s.a.w. beri’tikaf di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan hingga beliau wafat, kemudian para istri beliau beri’tikaf sepeninggal beliau. (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadis Abu Hurairah r.a. :

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ - رضى الله عنه - قَالَ كَانَ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - يَعْتَكِفُ فِى كُلِّ رَمَضَانَ عَشْرَةَ أَيَّامٍ ، فَلَمَّا كَانَ الْعَامُ الَّذِى قُبِضَ فِيهِ اعْتَكَفَ عِشْرِينَ يَوْمًا
Abu Hurairah r.a. bertutur bahwasanya Rasulullah s.a.w. beri’tikaf pada setiap Ramadlan selama sepuluh hari, dan pada tahun wafatnya beliau beri’tikaf selama dua puluh hari.”(HR. Bukhari)

Hadits dariAisyah r.a. :

عَنْ عَائِشَةَ رضى الله عنها قَالَتْ: كَانَ رَسُوْلُ اللهِ ص يَعْتَكِفُ فِى كُلّ رَمَضَانَ وَ اِذَا صَلَّى اْلغَدَاةَ دَخَلَ مَكَانَهُ الَّذِى اعْتَكَفَ فِيْهِ قَالَ: فَاسْتَأْذَنَتْهُ عَائِشَةُ اَنْ تَعْتَكِفَ فَاَذِنَ لَهَا
Dari ‘Aisyah RA, ia berkata : Dahulu Rasulullah SAW beri’tikaf pada setiap bulan Ramadlan. Setelah shalat Shubuh beliau masuk ke tempat i’tikafnya. (Perawi) berkata : Lalu ‘Aisyah minta ijin kepada beliau untuk beri’tikaf, maka beliau mengijinkannya. (HR Bukhari)

Tujuan
 
Pengajian I’tikaf Ramadhan XXXV bertujuan:
  1. Memberikanpengetahuan yang utuh tentang nilai-nilai Islam dan dakwah untuk diinternalisasikan dan dimanifestasikan dalam amal shaleh. 
  2. Mengupayakan silang gagasan yang terkait dengan persoalan keumatan di Indonesia.
  3. Menyediakan situasi yang kondusif bagi pertumbuhan spiritualitas dan keshalehan individu yang kemudian dipancarkan sebagai bentuk keshalehan sosial.
  4. Memberikan kesadaran kritis yang massif bagi umat perihal urgensi keshalehan ritual dan keshalehan sosial.
  5. Sebagai media efektif untuk mempererat ukhuwah Islamiyah di kalangan umat Islam padaumumnya, dan aktivis dakwah pada khususnya, baik di lingkungan pergurun tinggi (mahasiswa) maupun masyakat umum